Pengertian Tajuk. Tajuk adalah salah satu dari bagian dalam koran. Disebut tajuk atau karangan pokok karena urainnya biasannya singkat dan padat. Sebuah tajuk lazimnya juga mencerminkan wawasan atau jati diri redksi. Fakta, gagasan, atau pendpat yang dimuat dalam tajuk pada umunya berkaitan dengan kenyataan atau permasalahan yang sedang hangat dalam kehidupan sosial masyarakat.
CARA BAIK BUNG HATTA
Pikiran-pikiran
Bung Hatta tentu harus dibaca secara luas. Generasi bangsa ini harus secara sambung-menyambung menyimak, memahami, dan mengamalkannya. Yang ditawarkan oleh Bung Hatta, dengan cara baknya itu, tidak mustahil akan menawarkan solusi yang ramah.
Sesuai dengan watak dan pembawaanya, peringatan 100 tahun Bung Hatta lebih ditekankan pada wacana intelektual. Sepanjang hidupnya, Bung Hatta telah berhasil menunjukan sikapnya yang konsisten terhadap pengembangan intelektual. Sikap hidupnya: hemat, jujur dan santun, memang perlu kita kaji dan ulang terus menerus. Siapa pin, mungkin juga Bung Hatta sendiri sangat menyadari bahwa konsisten pada tiga kata itu cenderung tidak populer. Tidak akan banyak orang yang tergiur oleh pola hidup Bung Hatta, yang ketika ingin membeli sepatu pun harus menabung.
Cara baik Bung Hatta memang harus ditawarkan dengan gencar. Ditengah kemelut bangsa yang tidak ada ujungnya, tidak ada pilihan bagi bagsa Indonesia selain memperbaiki cara hidupnya.
Untuk memeroleh kearah sana, bukan berarti kita melirik ke tempat kosong sebab disana sebenarnya sudah tegak berdiri dengan mantapnya sosok Bung Hatta. Sayangnya untuk sekian lama, sosok itu disia-siakan. Sedikit sekali orang yang meliriknya. Lebih sedikit yang meneladaninya.
Secara umumm boleh dikatakan bahwa cara hidup Bung Hatta itu tidak menarik. Ia terlalu kalem, terlalu sederhana, terlalu tertib, dan juga terlalu disiplin. Orang Indonesia umumnya cenderung tidak terlalu sukadengan cara-cara seperti itu. Orang Indonesia lebih suka pada cara-cara sebaliknya: mentereng, banyak bicara, sombong, dan baorors (kendati banyak hutang).
Salah satu kegagalan orang Indonesia sejak awal adalah tidak menganggap penting dan menghargai disiplin. Dalam hal ini, peran Bung Hatta tidak sempat menonjol. Salah satu sebabnya mungkin karena suasana politik di Indonesia cenderung hiruk pikuk sehingga menenggelamkan persoalan-persoalan lain yang sebenarnya kurang penting.
Terlalu dominannya peran Bung Hatta juga ikut didukung ooleh kondisi tersebut. Padahal, kesepakatan para pemuka bagsa ini sampai pada konsep dwitunggal, barang kali didukung oleh pertimbangan bahwa yang diperlukan bagsa Indonesia ke depan adalah perpaduan antara cara Bung Karno dan cara Bung Hatta. Artinya, konsep dwitunggal bukan semata-mata karena pertimbangan etnis Jawa dan bukan Jawa.
Perbedaan watak antara cara Bung Karno dan Bung Hatta memang sangat menarik untuk dikaji. Selama ini yang tumbuh dan dikembangkan, baik dalam wacana maupun praktik politik adalah car Bung Karno. Salah satu cirinya yang khas adalah menumbuhkan pola komando. Bangsa ini harus dipimpin dan digerakkan berdasarkan pada satu komando dari atas. Pemahaman dari terhadap pola seperti itu bahkan dalam banyak hal ditafsirkan secara berlebihan, menyebabkan pemaknaan terhadap konsep Negara Kesatuan republik Indonesia (NKRI) pun menjadi penuh penyimpangan.
Pada kesempatan eringatan Seratus Tahun Bung Hatta tentu harus dibaca secara luas. Generasi bangsa ini harus secara sambung-menyambung menyimak, memahami, dan mengamalkannya. Yang ditawarkan oleh Bung Hatta dengan cara baiknya itu, tidak mustahil akan menawarkan solusi yang ramah. Artinya, dengan pemaknaan serta pengamalan secara benar, cara baik Bung Hatta akan iku membawa bagsa in ke arah perbaikan yang mendasar tanpa harus selalu mengandalkan cara paksa atau kerusuhan, sebagaimana yang telah sama-sama kita alami berkali-kali. Cara baik Bung Hatta adalah solusi.