Siang itu dengan bersepeda Irfan meluncur pulang dari rumah neneknya. Sepeda balap yang ditungganginya melaju dengan cepat. ia biarkan keringat membasahi tubuhnya. Rasa lelahpun tidak dihiraukannya. Beberapa kali sepedanya seperti mau jatuh, karena terburu-buru dan kurang hati-hati.
Irfan memang ingin segera pulang. Setelah satu minggu Irfan menghabiskan liburan di rumah Nenek, kini Irfan rindu dengan temannya. Begitu tiba di rumah, Irfan langsung dihampiri oleh Hanif dan Toto yang kebetulan lewat di depan rumah Irfan, seusai sholat zuhur di masjid dekat rumah Irfan. Namun, apa mau dikata, kedatangan teman-temannya bukan membawa berita bagus, malah berita buruk yang diperolehnya. Toto bertutur kalau Widi sekarang sudah jauh berubah. Pendiam dan tidak mau lagi bertegur sapa. Kalau ketemu di jalan Widi lebih suka menghindar. irfan kaget mendengarnya dan hatinya jadi bertanya-tanya.
"Aneh. tidak mugkin Widi bersikap se[erti itu," sanggah Irfan tak percaya. "Seminggu yang lalu Widi masih seperti biasa. Bahkan menyempatkan diri menemuiku sebelum aku pergi ke rumah Nenek."
"Aku juga tahu. Tapi setelah itu, semuanya berubah. Toto juga tahu, ya kan To?" terang Hanif. Totopun mengiyakannya. Muka Irfan ditekuk, bingung memikirkannya.
"jangan-jangan Widi tersinggung dengan kalian?" cetus Irfan, sambil membersihkan kopiah kesayangannya dari debu.
"tersinggung? gumam Toto dan Hanif tak Mengerti.
"Iya tersinggung. Mungkin ada ucapan atau sikap kalian yang tanpa sengaja telah menyinggung perasaanya?"
Hanif dan Toto mengingat-ingat semua kejadian yang mereka alami bersama Widi, sebelum Widi berubah.
Namun mereka tidak juga menemukan masalah yag dimaksudkan Irfan.
"Aku rasa tidak ada, Fan." jelas Toto dengan pasti.
"Aku juga tidak, Fan." jelas Toto dengan pasti. "Aku juga tdak Fan, Sehabis aku sakit dua hari lalu aku jarang ketemu dengan Widi, Nah terakhir ketemu di dekat lapangan, dan Widi sudah berubah. Aku sapa baik-baik malah dia buang muka," terang Hanif.
"Kalau begitu kenapa, Ya?" Ujar ketiganya.
Sejenak Irfan duduk di teras rumahnya. Widi dan Toto sama-sama bingung. Demikian juga dengan Irfan. Di mata mereka, Widi adalah teman sejati. Meskipun kadang suka usil, widi termasuk anak yang mengerti arti kesetiakawanan. Widi juga rendah hati. Persahabatan mereka berempat tidak pernah diwarnai perselisihan.
"Irfan, bagaimana kalu kamu pergi ke rumah Widi," usul Toto. "Siapa tahu dengan kedatanganmu kita semua bisa tahuada apa dengan Widi. syukur bila sikapnya bisa berubah seperti semula lagi." hanif pun setuju dengan usul Toto. "Benar Fan, Widi kan selalu terbuka dengan kamu. Ayo dong Fan!"
Sebenarnya rasa lelah Irfan sepulang dari rumah nenek belum hilang. Namun Irfan tetap menyanggupi permintaan ketiga temannya itu denga ikhlas.
Setibanya di rumah Widi, irfan langsung dikagetkan dengan adanya seseorang yang kurang lebih seusia dengan ibunya, berbada sangat kurus kering yang sedang duduk sendirian di halaman rumah Widi. irfan sangat iba melihatnya. namun, siapa dia? Kok siang-siang gini duduk-duduk di halaman rumah Widi. Selama ini Irfan tidak pernah melihatnya dalam keluarga Widi.
Irfan terus memandanginya. Sementara wanita setengah tua itu diam mematung. badanya kelihatan bersih, seperti habis mandi. namun, dari pandangan matanya tanpak jelas kalau ia sedang sakit. wajahnya pucat, matanya cekung dan tatapannya kosong. Bahkan dari sela-sela mulutnya terus mengalir air liurnya. seperti anak kecil.
Ternyata orang tua itu adalah bibinya, Widi malu denga kehadiran bibinya itu, kelakuannya seperti anak kecil, ia sakit dan kata wiji ia tidak akan sembuh tapi Irfan menyangkalnya. Irfan kamu tidak boleh seperti itu sama bibimu, bagaimanapun dia adalah orang tua. Kita harus hormat sama orang tua walaupun bagaimana keadaanya. Kata Irfan dengan adanya Bibinya Widi ia bisa belajar kasih sayang.
Widi tiba-tiba terhenyak. Kasih sayang? Perlahan-lahan Widi menatap bibinya lagi. Perlahan-lahan pula memahami kata-kata irfan sahabatnya itu. Seketika Widi langsung meraup mukanya sendiri dengan kedua tanganya. Ya Allah, apa yang telah aku perbuat? Apa yang telah aku lakukan selama ini terhadap bibi? Sungguh, maafkanlah kehilafanku. Akhirnya Widi pun sadar akan kesalahannya. Widi menyesal dan segera menghampiri bibiya untuk kemudian diajaknya masuk dengan penuh kasih sayang.
No comments:
Post a Comment
Silahkan berkomentar dengan baik & Relevan dengan conten Artikel, Dilarang menyisipkan Link Hidup. jika Teks url blog/web atau isi di daftar tamu itu diperbolehkan, Terima kasih.