Kerajaan banten mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa (1650-1682). Pada waktu itu banten menjadi pelabuhan bebas dan semua pedagang asing boleh singgah di Banaten. Sultan Ageng menolak segala bentuk monopoli.
Perkembangan yang terjadi di Banten, membuat VOC merasa terancam. Banten dianggap saingan Batavia untuk menguasai jalur perdagangan Sunda-Malaka. Oleh karena itu, VOC berusaha menguasai Banten.
Siasat VOC adalah politik Devide et Impera. Putra Sultan Ageng Tirtayasa yang bernama Pangeran Abdulkahar (Sultan Haji) dapat dihasut oleh VOC supaya merebut tahta kerajaan dari ayahnya. Akibatnya terjadi perpecahan dalam keluarga Sultan Ageng Tirtayasa. Kesempatan ini digunakan sebaik-baiknya oleh VOC dengan memberikan bantuan kepada Pangeran Abdulkahar untuk melawan ayahnya.
Dalam menghadapi Belanda, Sultan Ageng Tirtayasa dibantu oleh Pangeran Purbaya, pangeran dari Cirebon, Sultan Sibori dari Ternate, dan raja Inggris. Untuk memperlemah kedudukan Belanda di Batavia, Sultan Ageng Tirtayasa mengadakan perang gerilya dan membakar kebun-kebun tebu di sebelah barat Ciangke. Tiga Pangeran dari Cirebon yang berada di Banten dipulangkan kembali ke daerahnya untuk mengadakan perlawanan terhadap Belanda dari arah timur.
Akhirnya, Sultan Ageng Tirtayasa dapat dikalahkan oleh Belanda dan Suktan Haji. Pada tahun 1683 Sultan Ageng tertangkap, sedangkan Pangeran Purbaya melarikan diri ke daerah Periangan. Atas jasa baik VOC, Sultan Haji naik tahta menggantikan Sultan Ageng Tirtayasa. Selanjutnya Sultan Haji mengadakan pejanjian dengan VOC.
No comments:
Post a Comment
Silahkan berkomentar dengan baik & Relevan dengan conten Artikel, Dilarang menyisipkan Link Hidup. jika Teks url blog/web atau isi di daftar tamu itu diperbolehkan, Terima kasih.